Jumat, 13 Februari 2009 | 01:42 WIB
SEMARANG, JUMAT--Saat ini budaya Jawa yang mempunyai nilai dan citra budaya sangat tinggi serta menjadi identitas suatu daerah semakin memudar akibat ditinggalkan masyarakatnya.
"Akibatnya minat masyarakat Jawa untuk mempelajari dan mengembangkan budayanya semakin berkurang. Bahkan, sebagian masyarakat setempat menyebut budaya Jawa sebagai budaya kuno, konvensional dan feodal, hal ini karena tekanan akibat transformasi budaya asing," kata Widodo, Dosen jurusan seni, drama, tari dan musik (sendratasik) Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Kamis.
Menurut dia, meskipun menghadapi tekanan, namun masih ada masyarakat yang berpegang teguh pada adat dan tradisi. Bahkan mereka berusaha mengembangkan budaya tersebut dalam kelompok-kelompok paguyuban atau pasinaon (pembelajaran).
Misalnya, kursus tari, baik itu di kampus, sekolah dan kursus tata upacara pengantin adat di masyarakat.
Masyarakat seharusnya bangga karena memiliki aturan berbahasa. Masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah dikenal hingga mancanegara sebagai masyarakat yang berbudi luhur dan sopan santun. Namun, perkembangan zaman mengatakan lain, sehingga banyak dampak di masyarakat yang membuat orang berpikir lain. Masyarakat Jawa dianggap sudah tidak lagi menerapkan ajaran budi pekerti.
Pekerjaan berat saat ini adalah berjuang untuk membuat Bahasa dan Sastra Jawa ini tetap eksis dan lestari, jadi sebaiknya pembelajaran budaya jawa dilakukan secara formal dan informal, katanya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Widyo Leksono, seniman Jawa yang aktif menghidupkan kembali Bahasa Jawa di Semarang, pendidikan tentang Bahasa Jawa memang sebaiknya tidak hanya didapatkan dari sekolah. Menurut dia, anak-anak yang menjadi penerus budaya hanya akan merasa terpaksa mempelajari dan menggunakan Bahasa Jawa.
"Saya dan teman-teman yang lain selalu berusaha menyelenggarakan kegiatan untuk menghidupkan kembali budaya Jawa di masyarakat dan menghidupkan kembali naskah-naskah Jawa sebelum menghilang dalam masyarakatnya sendiri," kata Widyo yang juga salah satu pemantik acara Malem Rebo Legen di Taman Budaya Raden saleh (TBRS) Semarang.
Ia menambahkan, acara tersebut adalah bentuk respon dari para seniman Jawa terhadap pendapat miring yang berkembang dalam masyarakat bahwa menggunakan Bahasa Jawa itu "katrok" atau ketinggalan zaman.
Melalui acara Malem Rebo Legen tersebut, seniman yang lebih akrab dipanggil "Babahe" itu menyatakan, masyarakat dapat kembali mengenal dan belajar dengan menggunakan Bahasa Jawa selama acara berlangsung.
"Seseorang dapat menyukai budaya dan Bahasa Jawa, jika mereka terbiasa menggunakannya, masalahnya di sini peran media dalam mempopulerkan Bahasa Jawa dalam masyarakat sangat kurang, padahal media adalah alat paling efektif," katanya.
Ia mengatakan, sekarang tidak banyak media berbahasa Jawa, padahal media merupakan alat penyebar yang efektif. (http://oase.kompas.com/read/xml/2009/02/13/01425074/budayajawadikhawatirkanmemudar)
Hem..
Ayo semua selamatkan budaya kita jangan sampai hilang karena jaman yang semakin maju...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar